Rabu, 14 Mei 2008

Pendidikan Runyam Akibat kapitalisme-sekularisme


Rabu, 07 Mei 08 - oleh : Zainal

Hari pendidikan nasional yang jatuh pada 2 Mei merupakan momen yang tepat untuk melakukan refleksi untuk kondisi kekinian terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Selain itu perlu juga mengawal perkembangan implementasi dari sistem pendidikan tersebut terhadap rakyat sebagai objek dari pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa dengan bertambahnya tahun kualitas pendidikan negeri ini semakin memburuk. Kompas (22/9/2006), mengutip data Badan Pusat Statistik, menguraikan angka pengangguran lulusan universitas di Indonesia telah mencapai sekitar 385.000 orang pada tahun 2005. Dari kecenderungan yang ada, bukan mustahil angka tersebut menembus 500.000 orang pada tahun 2008.

Ditambah dengan mahalnya biaya pendidikan semakin mempertegas bahwa pendidikan dijadikan komoditas ekonomi. Untuk masuk sekolah dasar yang unggul saja, orang tua harus mengeluarkan uang jutaan rupiah. Memang, ada yang murah, tetapi jangan ditanya kualitasnya, tentu apa adanya. Inilah yang disebut diskriminasi dalam dunia pendidikan. Kalau punya uang bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang baik, kalau tidak punya, harus pasrah dengan kualitas pendidikan yang menyedihkan.

Alokasi belanja Negara untuk pendidikan yang tidak dapat dinalar membuat berbagai fasilitas kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlaksana. Terbukti dengan beberapa sekolah di berbagai daerah yang rubuh akibat kecilnya anggaran untuk ini. Selain itu penyediaan buku-buku yang tersendat-sendat menyebabkan para siswa tidak mampu belajar dengan baik sehingga banyaklah yang tidak lulus ujian nasional. Akhirnya gurulah yang menjadi kambing hitam dari aturan yang disebut kebijaksanaan dari pemerintah ini. Hal ini menghantarkan Indonesia pada peringkat ke-111 dari 175 negara pada tahun 2004 (Penelitian Human Development Indeks, HDI).

Pengkerdilan peran pemerintah terlihat dengan jelas atas kebijakannya untuk menswastanisasi Perguruan tinggi melalui BHMN dan BHPT. Dengan logika bahwa dengan swastanisasi, perguruan tinggi dapat bersaing secara bebas dan terbuka, sehingga nantinya dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi tersebut. Jika diteliti lebih dalam ternyata mem-BHMN-kan perguruan tinggi adalah upaya lepas tangan pemerintah dalam pendidikan, terlebih mengenai pencabutan subsidi. Artinya pemerintah mengarahkan perguruan tinggi untuk menjadi sebuah perusahaan. Hal ini jelas menegaskan bahwa liberalisasi pendidikanlah yang menjadi agenda tersebunyi pemerintah.

Akar permasalahan runyamnya kualitas pendidikan Indonesia ini adalah diterapkannya sistem kapitalis-sekuler di negeri ini. Ideologi kapitalisme meniscayakan sistem politik, ekonomi, termasuk pendidikan yang kapitalistik. Pendidikan yang bersifat sosial berubah menjadi profit oriented. Prinsip kapitalisasi pendidikan ini telah menggeser visi mulia lembaga pendidikan menjadi sekedar alat untuk mencari keuntungan. Politik ekonomi lissez faire seperti yang diserukan Adam Smith telah mewabah dan merasuki dunia pendidikan. Intinya, biarkan bebas, pemerintah jangan ikut campur tangan dalam perekonomian termasuk pendidikan.

Akhirnya cita-cita Ki Hajar Dewantara yang dinobatkan sebagai bapak pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa kandas oleh ideologi Kapitalis ini. Dengan profesionalitas yang tinggi beliau mampu mendirikan Perguruan Taman Siswa pada waktu itu sehingga hari lahirnya 2 Mei (1889) diabadikan menjadi Hari Pendidikan Nasional pada tahun 1959.

Solusi terhadap permasalahan ini adalah dengan membuang ideologi Kapitalis-Sekuler dari sistem kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Kemudian menggantikan dengan ideologi lain yang nantinya mempunyai visi mensejahterakan seluruh rakyat terutama dengan pendidikan. Dimana pemerintah akan mengambil peran penuh dalam pendidikan, yaitu dengan pengaturan kurikulum yang tepat, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai termasuk infrastruktur yang efisien, memberikan penyelenggara pendidikan yang capable dan amanah (tidak korupsi), pengalokasian anggaran dana publik yang dikelola negara yang didedikasikan khusus untuk pendidikan ini.

Prinsip Ing ngarso sung tulodo artinya di depan memberi teladan, Ing madyo mangun karso artinya di tengah membangun karya, Tut wuri handayani artinya di belakang memberi dorongan, seperti ajaran Ki Hajar Dewantara dapat terlaksana jika pemerintah mau menerapkan ideologi yang terbukti telah mensejahterakan rakyat selama 13 abad lebih. Itulah ideologi Islam yang akan memberikan pendidikan sebagai hak bagi setiap warganya, tanpa harus membayar mahal, sehingga akan lahir para intelektual yang religious yang jauh dari semangat mencari keuntungan, akan tetapi semangat untuk mencari kesejahteraan secara kolektif.

Sehingga pasal (5) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal yang menyebutkan: … negara menjamin setiap warga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, akan tercapai dan tepat sasaran sesuai dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga menjadi bangsa yang terdepan dan menjadi teladan dalam berbagai bidang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar